Disabet mbah Kyai Ali Maksum Krapyak
Hari ini, 03 Desember 2022, kebetulan adalah haul simbah kyai Ali Maksum yang ke 34. Tidak seperti biasanya, peringatan haul kali ini dikemas dengan sedikit berbeda. Dimulai dengan rangkaian acara seperti biasa yaitu semaan al-Qur’an dan ziarah maqbaroh poro masyayih. Lalu ada acara Bincang Alumni pada malam Sabtu, dan siangnya adalah acara puncak haul dengan menghadirkan Gus Baha.
Sebagai santri
Krapyak di era tahun 80-an, pada saat-saat haul seperti ini tentu ada banyak
kenangan yang melintas. Apalagi ketika bertemu dengan kawan-kawan seangkatan
yang kemudian saling berbagi cerita.
Saya
beruntung masih menangi mbah Ali sugeng selama kurang lebih 6 tahun. Sempat
ikut ngaji Riyadhus Sholihin setiap habis maghrib, sorogan setiap habis subuh
dan beberapa kali ditimbali untuk mijeti di kamar beliau. Beberapa kali juga
digugah subuh dengan tongkat beliau yang nuthuki pintu kamar sambil ngendiko
‘subuh…subuh…’. Santri Krapyak waktu itu memang belum sebanyak sekarang,
sehingga interaksi para santri dengan kyai lebih sering terjadi.
Tahun 80-90
an adalah masa-masa di mana mbah Ali Maksum banyak membangun gedung baru untuk
pesantren. Ada beberapa bangunan yang pada masa itu mulai dikerjakan.
Diantaranya Gedung Komplek N Pondok Putri, Komplek H dan Madrasah Diniyah yang saat
ini juga digunakan untuk pembelajaran jenjang MTs kala pagi.
Entah
karena keterbatasan tenaga atau memang sengaja untuk melatih para santrinya agar
trampil apa saja, mbah Ali sering menggunakan tenaga santri dalam beberapa kesempatan.
Dan ini sering terjadi. Ada saja hal bisa diperintahkan oleh beliau jika ketemu
santri. Misalnya baru jalan, tiba-tiba di depan ada mbah Ali. Beliau biasanya
langsung memanggil, “cung…rene”. Kalau sudah dipanggil begitu, biasanya pasti
ada kerjaan. Entah itu diminta memindahkan batu-batu yang ada di sekitar situ,
diminta merapikan kayu, mencabut paku-paku untuk dikumpulkan, dan lain-lain.
Nah…waktu
itu sekitar tahun ’86 (kalau tidak salah) pembangunan gedung Asrama Putri
Komplek N baru dimulai. Hampir setiap hari kelas yang ada waktu itu digilir
untuk membantu para tukang bangunan. Termasuk kelas saya. Tiba-tiba saja beliau
sudah berada didepan pintu kelas sambil membawa tongkat. Kalau sudah begitu,
biasanya yang subuh tadi tidak sorogan sudah dag dig dug jantungnya 😊. Tapi waktu itu beliau hanya ngendiko, “jam
1 kabeh kerjo neng kulon kono yo (jam 1 semua kerja di sebelah barat situ ya”.
Semua menjawab, “nggih…”.
Pukul 12.30
WIB sekolah sudah selesai dan pulang. Mungkin karena terlalu ngantuk, Sampai
kamar setelah sholat duhur saya tertidur. Lalu tiba-tiba saya terbangun dan
kamar udah sepi. Pada kemana? Waduh… bukannya tadi diminta kerja sama mbah yai?
Saya ingat sekali
waktu itu, tanpa cuci muka dan ganti baju , saya langsung menuju lokasi.
Teman-teman sudah berada di posisi masing mengerjakan tugasnya. Ada yang ngangkat
bata, menata bambu, dan lain-lain. Dengan mengendap-endap saya bergabung dengan
salah satu kelompok kerja. Tapi tiba-tiba…”Sopo kui sik keri !!!” suara mbah
yai nyaring terdengar. “Rene..!!”. Saya pun menghampiri beliau dengan kaki yang
sudah gemetar 😊.
Jebret…jebret…jebret.
3 kali saya disabet di bagian paha dengan potongan bambu. Panas sekali rasanya.
Tapi tidak seberapa sih sakitnya, malunya itu yang lebih terasa dalem karena
dilihat banyak teman.
Apakah saya
sakit hati? Tidak dong. Bagi santri, nasehat kyai itu bisa macem-macem. Bisa
dengan kata-kata, bisa juga dengan pukulan seperti itu. Saya mengartikan
pukulan mbah yai waktu itu sebagai nasehat bagi saya untuk lebih disiplin waktu
dan tanggungjawab terhadap apa yang sudah disanggupi. Demikian…
Untuk beliau…al-Fatihah
Posting Komentar untuk "Disabet mbah Kyai Ali Maksum Krapyak"